PENGARUH BAURAN PEMASARAN (7P) TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN UNTUK MENGGUNAKAN JASA DI HOTEL GRAND PALACE MALANG

Bookmark and Share
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

 
Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Pemasaran telah menjadi subyek yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari sejalan dengan semakin berkembangnya perekonomian.
Aktivitas pemasaran menjadi tanggung jawab pokok seorang manajer pemasaran adalah melakukan analisis pasar, merencanakan dan melaksanakan program-program pemasaran, melakukan pengawasan dan evaluasi untuk mempengaruhi tingkat, saat dan sifat permintaan yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya. Pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa kegiatan pemasaran intinya adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih dari pesaing secara konsisten dengan tujuan akhir memenuhi atau melebihi harapan pelanggan sasaran.
Demikian juga halnya dengan usaha perhotelan, dimana kegiatan pemasaran saat ini menjadi sangat penting bagi usaha perhotelan, karena perhotelan merupakan salah satu usaha jasa pelayanan yang tidak mudah pengelolaannya dalam menyediakan berbagai fasilitas yang dapat digunakan oleh tamu-tamunya. Disamping itu, usaha perhotelan juga dapat menunjang kegiatan para usahawan yang sedang melakukan perjalanan usaha atau para wisatawan yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi daerah-daerah tujuan wisata, membutuhkan tempat untuk menginap, makan dan minum serta hiburan. Oleh karena itu, hotel merupakan salah satu bentuk usaha bidang jasa yang mengutamakan kualitas pelayanan bagi para tamu khususnya pelanggan.
Semakin tinggi tingkat persaingan dalam usaha jasa akomodasi ini yang ditandai dengan makin banyaknya hotel-hotel yang menawarkan jasa sejenis serta tamu yang semakin kritis akan pasar, para tamu ini sebelum menjatuhkan pilihan pada jasa yang ditawarkan para tamu akan mempertimbangan dengan matang, untuk dapat memilih jasa yang sesuai dengan harapan mereka. Hal ini mengakibatkan kegiatan pemasaran pada dunia bisnis perhotelan perlu dikelola secara profesional dan agresif.
Pemasaran telah menjadi subyek yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari sejalan dengan semakin berkembangnya perekonomian. Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tanggung jawab pokok seorang manajer pemasaran adalah melakukan analisis pasar, merencanakan dan melaksanakan program-program pemasaran, melakukan pengawasan dan evaluasi untuk mempengaruhi tingkat, saat dan sifat permintaan yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya. Salah satu upaya agar jasa yang dihasilkan dapat diterima konsumen adalah dengan melaksanakan pemasaran secara tepat dan terpadu sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan itu sendiri.
Kecepatan perkembangan perekonomian ini sangat dirasakan bahwa bauran pemasaran merupakan salah satu ujung tombak untuk meningkatkan penjualan. Pada penjualan jasa akomodasi yaitu perhotelan, meningkatnya penjualan jasa kamar sangat tergantung pada bauran pemasaran yang dilakukan perusahaan dimana bauran pemasaran yang dilaksanakan dapat menimbulkan umpan balik bagi perusahaan.
Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan manajemen perusahaan itu dalam memanfaatkan peluang yang terdapat di masyarakat dan mengelola bauran pemasaran yang ada. Dalam perusahaan jasa bauran pemasaran menurut Nirwana (2004:48) berupa: “Produk, harga, promosi, distribusi/tempat, proses, orang/partisipan dan janji merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong seorang konsumen untuk mengkonsumsi jasa yang ditawarkan”. Kebutuhan pengetahuan terhadap faktor-faktor bauran pemasaran semakin diakui oleh para pengusaha karena dengan strategi bauran pemasaran yang jitu suatu perusahaan dapat mencapai tujuannya.
Hotel Grand Palace Malang dalam melakukan pemasarannya pada saat ini telah melengkapi ketersediaan akomodasi jasa kamar yang ditawarkan kepada pengguna jasanya, menetapkan harga yang bersaing, melakukan promosi melalui berbagai media, selain itu letak hotel di dekat pusat kota ini juga memudahkan bagi masyarakat yang menginginkan pelayanan hotel, proses check in maupun check out yang cepat, karyawan hotel yang ramah serta berharap selalu dapat memenuhi apa yang dijanjikan hotel kepada konsumennya. Strategi bauran pemasaran jasa yang dilakukan suatu perusahaan juga akan diharapkan akan berpengaruh terhadap tingkat hunian kamar hotel. Suatu bidang usaha perhotelan jika mampu menciptakan kepuasan pelanggan, maka kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang: “Pengaruh bauran pemasaran jasa (7P) terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa di Hotel Grand Palace Malang”.
  1. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Apakah variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari: produk, kebijakan harga, promosi, lokasi pelayanan, partisipan/orang, pendukung fisik dan proses secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pada Hotel Grand Palace Malang?
  2. Diantara variabel bauran pemasaran jasa, yang terdiri dari produk, kebijakan harga, promosi, lokasi pelayanan, partisipan/orang, pendukung fisik dan proses, manakah yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pada Hotel Grand Palace Malang?

Tujuan Penelitian

Agar peneliti mempunyai arah yang jelas, maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari produk, kebijakan harga, promosi, lokasi pelayanan, partisipan/orang, pendukung fisik dan proses secara bersama-sama terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pada Hotel Grand Palace Malang
  2. Untuk mengetahui dan menganalisis variabel bauran pemasaran jasa yang dominan berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pada Hotel Grand Palace Malang.
    1. Kegunaan Penelitian
        1. Kegunaan Praktis
Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka menentukan bauran pemasaran jasa yang dilakukan oleh Hotel Grand Palace Malang khususnya, sehingga tidak terjadi penurunan penggunaan jasa.
  1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang kajian manajemen pemasaran jasa serta melengkapi kajian teori yang berkaitan dengan bauran pemasaran jasa serta keputusan penggunaan jasa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler dalam Ancellawati (2000:9) mendefinisikan pemasaran adalah: “Suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.
Menurut Kotler dan Amstrong dalam Hendra (2001:10) pemasaran adalah: “Fungsi bisnis yang mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan pelanggan (costumer), menentukan pasar sasaran yang paling dapat dilayani dengan baik oleh perusahaan, dan merancang produk, jasa dan program yang tepat untuk melayani pasar tersebut”.
Selanjutnya menurut Swastha (2002:10) pengertian pemasaran adalah sebagai berikut: “Pemasaran adalah keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial”.
Menurut Payne alih bahasa Tjiptono, (2000: 27) mengemukakan bahwa “pemasaran jasa merupakan suatu proses mempersepsikan, memahami, menstimulasi dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih secara khusus dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut”.

2. Pengertian Jasa dan Pemasaran Jasa
Adapun definisi pemasaran jasa, yaitu “Setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain dan merupakan barang tidak berwujud (intangible) serta tidak berakibat pada kepemilikan akan sesuatu”. Rismiati (2001:270)
Pemikiran pemasaran pada mulanya berkembang dari penjualan produk fisik. Sementara itu pertumbuhan jasa yang luar biasa terjadi semenjak tahun 1969-an ketika keadaan pasar semakin menurun dan meningkatnya pergolakan lingkungan, sehingga pemasaran jasa menjadi salah satu megatren utama. Akan tetapi pada era berikutnya terjadi konsolidasi dan peperangan perebutan pasar, karena adanya over expansion of supply di tiap-tiap bidang sektor jasa seperti hotel, penerbangan, broker, keuangan, surat kabar hingga bisnis eceran. Hal ini mendorong tumbuhnya perhatian khusus dalam masalah pemasaran jasa.
Salah satu cara membedakan sebuah perusahaan adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan pelanggan sasaran mengenai kualitas jasa yang diberikan oleh penyedia jasa.
Stanton dalam Swastha (2002:5) menyatakan definisi pemasaran adalah :
Suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Sedangkan Menurut Kotler dalam Swastha (2002:7) pengertian manajemen pemasaran adalah sebagai berikut:
Penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program-program yang ditujukan untuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan harga, mengadakan komunikasi, dan distribusi yang efektif untuk memberitahu, mendorong, serta melayani pasar.

Menurut Kotler dalam Hendra (2001:602), definisi jasa adalah :
Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik.

Menurut pendapat Lupiyoadi (2001:5), jasa adalah :

Semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak berupa produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen.

Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta konsumen lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa sangat bergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja yang ditawarkan dan diberikan oleh pihak penyedia jasa, untuk menghasilkan kepuasan pelanggan.
3. Karakteristik Jasa
Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang (produk fisik). Berikut adalah pendapat Griffin (dalam Lupiyoadi, 2001:6) mengenai berbagai karakteristik jasa:
a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami oleh konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman.
b. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan, karakteristik ini disebut juga tidak dapat dipisahkan (inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama-sama.
c. Customization. Jasa juga sering kali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana jasa asuransi dan kesehatan.

Selanjutnya menurut Kotler dalam Hendra (2001:603), karakteristik jasa adalah sebagai berikut:
a. Tidak berwujud. Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, tidak dapat didengar, tidak dapat diraba, tidak dapat dirasa, tidak dapat dicium sebelum jasa itu dibeli.
b. Tidak dapat dipisahkan. Umumnya jasa yang dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jika jasa itu dilakukan oleh orang, maka penyedianya adalah bagian dari jasa.
c. Variabilitas, jasa sangat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan dan kapan serta dimana jasa itu dilakukan.
d. Tidak tahan lama. Jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lamanya jasa tidak menjadi masalah bila permintaan tetap karena mudah mengatur staf atau karyawan untuk melakukan jasa itu lebih dahulu. Namun jika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit (misal, perusahaan jasa transportasi mikrolet).

Selain itu karakteristik jasa menurut Mursid (2002:116) adalah:

a. Maya atau tidak teraba (intangibility). Karena jasa tidak teraba, maka pelanggan tidak dapat mengambil contohnya seperti mencicipi, merasakan, melihat, mendengar atau mencium sebelum pelanggan membelinya. Oleh karena itu dalam memasarkannya harus menonjolkan jasa itu sendiri. Misalnya perusahaan telepon menguraikan bagaimana pelanggan dapat menghemat biaya pengeluaran melalui pembicaraan telepon.
b. Tak terpisahkan (inseparability). Jasa tidak terpisahkan dengan pribadi penjual. Untuk jasa tertentu diciptakan dan dipergunakan habis pada saat yang bersamaan.
c. Heterogenitas. Output dari jasa tidak ada standarisasinya. Setiap unit jasa agak berbeda dengan unit jasa lain yang sama. Misalnya order reparasi seorang montir mobil tidak sama kualitasnya antara satu order dengan order lain. Oleh sebab itu perusahaan jasa harus memperhatikan kualitasnya.
d. Cepat hilang (perishability) dan permintaan yang berfluktuasi. Jasa cepat hilang dan tidak dapat disimpan. Pasaran jasa selalu berubah menurut waktu. Misalnya montir menganggur pada hari kemarin, tidak dapat diganti pada hari ini dan merupakan kerugian selamanya.
4. Variabel-Variabel Dalam Bauran Pemasaran Jasa
Menurut Hurriyati (2005:49): “untuk bauran pemasaran jasa mengacu pada konsep bauran pemasaran tradisional yang terdiri dari 4P, yaitu produk, harga, tempat/lokasi dan promosi yang diperluas dengan penambahan unsur non tradisional yaitu orang, fasilitas fisik dan proses sehingga menjadi tujuh unsur (7P)”.
Adapun masing-masing unsur bauran pemasaran jasa di atas dapat di jelaskan sebagai berikut:
a. Produk (product) jasa
1) Pengertian produk
Menurut Kotler dalam Hendra (2000:428) Produk Jasa merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan.
Kotler et.al dalam Hendra (2000:212) mengemukakan bahwa produk adalah: “Segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk menarik perhatian, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan”.
2) Penggolongan produk
Produk tidak hanya diciptakan menurut definisi produk itu saja. Perusahaan di dalam menghasilkan produk juga harus memperhatikan penggolongan produk itu sendiri yang dapat digolongkan menjadi beberapa bagian menurut tujuan pemakaiannya. Penggolongan produk menurut Kotler et.al dalam Ancellawati (2000:215-218) dibagi menjadi:
a) Klasifikasi Barang Konsumen (Consumer Goods)
Barang konsumen dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan berbelanja konsumen menjadi:
(1) Barang konvenien (convenience goods)
Adalah barang yang biasanya sering dibeli oleh pelanggan tanpa membutuhkan banyak pertimbangan dan hanya membutuhkan sedikit usaha.
(2) Barang shopping (shopping goods)
Adalah barang yang selama proses pemilihan dan pembelian, pelanggan biasanya melakukan pembandingan berdasarkan beberapa kriteria seperti kesesuaian, kualitas, harga dan gaya.
(3) Barang spesial (Speciality Goods)
Adalah barang yang memiliki karekteristik unik atau pengenalan merk sehingga untuk itu sekelompok pembeli terbiasa untuk melakukan upaya pembelian khusus.
(4) Barang yang tidak dicari (Unsought Goods)
Adalah barang yang tidak diketahui oleh konsumen atau kalau diketahui biasanya tidak terpikirkan untuk dibeli.
b) Klasifikasi Barang Industri (Industrial Goods)
Barang industri dapat dikelompokkan berdasarkan bagaimana mereka memasuki proses dan kemahalan relatifnya.
Menurut Payne dalam Tjiptono (2000 :135):

Produk jasa merupakan rangkaian pemuasan nilai yang kompleks. Orang membeli jasa membeli jasa untuk memecahkan masalah dan mereka melekatkan nilai pada jasa-jasa dalam kaitannya dengan kemampuan jasa yang dipersepsikan untuk memecahkan masalah tersebut”
Untuk penawaran suatu produk menurut Payne dalam Tjiptono (2000 :134) disarankan bahwa penawaran produk dapat dilihat dari beberapa level yaitu:
1) Produk inti atau generik.
Ini terdiri dari produk jasa dasar, misalnya tempat tidur di kamar hotel untuk malam hari
2) Produk yang diharapkan
Ini terdiri dari produk generik bersama dengan pembelian minimal yang perlu dipenuhi.
3) Produk yang diperluas (augmented product).
Ini merupakan bidang yang memungkinkan suatu produk dibedakan dari yang lain.
4) Produk potensial
Ini terdiri dari seluruh sifat dan manfaat tambahan potensial yang memang atau mungkin merupakan utilitas bagi pembeli.

b. Tarif Harga (price)
1) Pengertian Harga
Harga menjadi faktor penentu dalam pembelian dan menjadi salah satu unsur penting dalam menentukan bagian pasar dan tingkat keuntungan perusahaan. Definisi harga menurut Tjiptono (2002:151) menyatakan: “Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa”.
Dari pengertian harga di atas dapat diketahui bahwa harga merupakan unsur bauran yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Berbeda dengan karakteristik produk atau komitmen terhadap saluran distribusi kedua hal tersebut tidak dapat diubah/ disesuaikan dengan mudah dan cepat karena biasanya menyangkut keputusan jangka panjang.
2) Tujuan Penetapan Harga
Perusahaan di dalam menetapkan harga sebaiknya mengadakan pendekatan terhadap penentuan harga berdasarkan tujuan yang hendak dicapainya. Menurut Tjiptono (2002: 152-153) ada lima jenis tujuan penetapan harga, yaitu:
a) Tujuan berorientasi pada laba
Tujuan ini dipakai oleh perusahaan yang menggunakan pendekatan target laba yaitu tingkat laba yang diharapkan sebagai sasaran laba. Ada dua jenis target laba yang biasanya digunakan yakni target margin dan target ROI.
b) Tujuan berorientasi pada volume
Harga yang ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan rupiah, atau target pangsa pasar (absolut maupun relatif).
c) Tujuan berorientasi pada citra
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Harga tinggi dapat membentuk atau mempertahankan citra prestisius, sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value). Misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.
d) Tujuan stabilisasi harga
Stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dengan harga pemimpin industri.
e) Tujuan-tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.

3) Metode penetapan harga
Dengan memperhatikan tiga hal yakni skedul permintaan pelangan, fungsi biaya, dan harga pesaing perusahaan siap untuk menentukan harga. Ada tiga pertimbangan utama dalam penentuan harga yaitu biaya menentukan batas bawah untuk harga tersebut, harga pesaing dan harga barang subtitusi. Menurut Kotler et.al dalam Ancellawati (2000: 311-320) perusahaan memecahkan persoalan penetapan harga dengan memilih sebuah metode penetapan harga yang memasukkan satu atau lebih dari ketiga pertimbangan tersebut.
Ada beberapa metode penetapan harga yang dapat dipakai oleh perusahaan dengan mempertimbangkan tiga pertimbangan utama di atas, metode penetapan harga tersebut antara lain:
a) Mark up pricing
Metode penetapan harga yang paling sederhana adalah dengan menambahkan sejumlah kenaikan (mark up) baku pada biaya produk. Penetapan harga mark up dipakai untuk sejumlah alasan. Pertama penjual lebih memiliki kepastian mengenai biaya daripada mengenai permintaan. Kedua bila semua perusahaan dalam suatu industri menggunakan metode penetapan harga ini harga mereka cenderung sama oleh karena itu, persaingan harga dapat diminimalkan. Ketiga banyak orang merasakan bahwa penetapan harga plus tersebut lebih adil baik bagi pembeli maupun penjual.
b) Target-return Pricing
Pendekatan penetapan harga lainnya yang menggunakan basis biaya adalah penetapan harga berdasarkan keuntungan sasaran (target return-pricing). Perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan tingkat keuntungan investasi (return on investment atau disingkat ROI).
c) Receive value pricing
Perusahaan yang mendasarkan harga mereka pada nilai yang dirasakan (preceived value) dari produk. Mereka melihat persepsi nilai pembeli, bukan biaya penjual, sebagai kunci penetapan harga. Mereka menggunakan variabel non harga untuk membangun nilai yang dirasakan dalam benak pembeli. Harga ditetapkan untuk mencerminkan nilai yang dirasakan tersebut.
d) Value pricing
Perusahaan mengadopsi penetapan harga berdasarkan nilai (value pricing) dimana mereka menetapkan harga rendah bagi penawaran berkualitas. Filosofi yang digunakan untuk penetapan harga ini adalah “Barang lebih baik harga lebih murah (more for less)”.
e) Going rate pricing
Dalam penetapan harga berdasarkan tarif yang berlaku (going-rate-pricing) suatu perusahaan mendasarkan harganya terutama pada pesaing dengan sedikit memperhatikan biaya atau permintaannya sendiri. Perusahaan tersebut mungkin menetapkan harga yang sama, lebih besar atau lebih kecil daripada pesaing utamanya.
Going rate pricing cukup populer. Bilamana biaya sulit diukur atau respon persaingan bersifat tidak pasti, perusahaan merasakan bahwa harga yang berlaku (going price) memberikan solusi yang baik. Harga tersebut dipandang mampu mencerminkan kebijaksanaan kolektif industri tentang harga yang akan memberikan keuntungan yang wajar dan tidak membahayakan keselarasan industrial.
f) Sealed- Bid Pricing
Penetapan harga yang berorientasi pada persaingan umum diterapkan bilamana perusahaan mengajukan penawaran untuk memperebutkan suatu pekerjaan. Perusahaan mendasarkan harganya pada pengharapan tentang bagaimana pesaing akan menghargai tawarannya daripada hubungan yang kaku dengan biaya atau permintaan tersebut. Tetapi perusahaan tidak dapat menetapkan harganya di bawah tingkat tertentu (biaya perolehan) dengan tanpa mengganggu atau memperburuk posisinya. Sebaliknya, semakin tinggi ia menetapkan harganya di atas biayanya peluangnya untuk mendapatkan kontrak akan semakin kecil.
4) Kebijakan Harga
Harga memegang peranan penting dalam pemasaran baik itu bagi penjual maupun pembeli. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dikemukakan pengertian tentang harga yang dikemukakan oleh para ahli:
Menurut Kotler dalam Ancellawati (2000:114) mengatakan bahwa: “Harga yaitu jumlah uang yang harus dibayar pelanggan untuk produk itu”.
Menurut Alma (2000:79) bahwa: “Harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang”.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa harga adalah merupakan alat tukar untuk mengukur suatu nilai uang yang terkandung dalam suatu barang atau jasa, sedangkan yang dipakai sebagai alat pengukur adalah uang.
Dari pengertian di atas, timbullah pengertian tentang kebijakan harga, dimana dalam pelaksanaannya akan diikuti oleh kebijakan harga tertentu yang sebelumnya diputuskan oleh perusahaan. Kebijakan harga tersebut dimaksudkan dengan langkah guna mendukung dan mengarahkan harga agar tercipta suatu hubungan antara produsen dan konsumen.
Untuk memperjelas tentang kebijakan harga harga, disini akan dikemukakan pendapat menurut Effendi (2001:197), yaitu:
Syarat-syarat ketetapan harga terpisah dan berbeda dari penentuan tingkat harga, karena kebijakan harga yang ada dapat sama untuk harga yang berlainan dan perbedaan kebijakan merupakan suatu perhatian sebagai keputusan rutin mereka membantu sebagai jalan bagi pimpinan perusahaan dalam mengikuti penentuan keputusan harga.
Metode atau taktik mana yang akan dipilih perusahaan dalam penentuan harga jasa sangat tergantung dari banyak hal, karena memang tidak ada satu pun metode yang tepat untuk semua kondisi. Hal hal tersebut menurut Lupiyoadi (2006:207) diantaranya:

1) Besarnya anggaran iklan/promosi yang diinginkan
Jika anggaran promosi rendah mungkin karena harga barang / jasa rendah. Untuk meningkatkan promosi harga harus ditingkatkan.
2) Jenis produk
Harga produk sebaiknya kompetitif
3) Sasaran pangsa pasar
Pangsa pasar dan harga biasanya berbanding terbalik. Jika ingin pangsa pasar tinggi maka harga harus rendah, begitu juga sebaliknya.
4) Saluran pemasaran atau distribusi
Semakin banyak tingkatan saluran pemasaran, maka harga yang ditetapkan semakin tinggi
5) Pandangan tentang laba
Jika perusahaan ingin menutup biaya maka harga awal hendaknya tinggi, sementara untuk memelihara penjualan janga panjang maka harga hendaknya ditetapkan rendah
6) Keragaman atau keunikan produk
Produk yang mempunyai banyak fungsi dapat dikenakan harga yang tinggi daripada produk dengan satu fungsi.
7) Ada atau tidaknya jasa tambahan
Dalam produk ada kalanya kita menemukan jasa tambahan. Contoh: instalasi dan pelatihan.
8) Siklus hidup penggunaan produk
produk yang tahan lama akan dapat dikenakan harga yang lebih tinggi daripada produk sekali pakai
9) Ancaman pesaing baru
Jika ancaman persaingan muncul, sebaiknya menetapkan harga rendah. Jika tidak ada ancaman gunakan penentuan harga skimming.
.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan, biasanya kebijakan harga tersebut berlaku untuk sementara waktu saja selama masa menguntungkan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengikuti perkembangan harga dan situasi pasar. Unsur harga tersebut dalam waktu tertentu dirubah atau tidak. Apabila selama batas waktu tertentu keadaan menguntungkan, maka kebijakan harga harga tersebut ditinjau kembali apabila situasi dan kondisi perusahaan mengalami perubahan, sehingga tidak mungkin lagi untuk dipertahankan agar produsen maupun konsumen tidak saling dirugikan.
5) Potongan Harga
Menurut Saladin, (1996:231).Potongan harga adalah potongan yang diberikan oleh penjual dalam bentuk pengurangan harga jual yang harus dibayar oleh para pembeli.
Selanjutnya menurut Kotler (2001:124),
Potongan harga adalah pengurangan dari apa yang tercantum dalam daftar harga, serta diberikan kepada pembeli yang bersedia melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh perusahaan. Sesuatu tersebut dapat berupa pembayaran barang dalam jangka waktu ditentukan, pembelian dalam jumlah tertentu, ataupun memperdagangkan barang atau jasa. Pemberian potongan harga tersebut dapat berwujud uang atau imbalan barang dan jasa
6) Macam-Macam Potongan Harga

Menurut Tjiptono (2002:168), ada bentuk lain dari potongan harga, yaitu allowance yang merupakan pengurangan dari harga menurut daftar (price list) kepada pembeli karena adanya aktifitas-aktifitas tertentu yang dilakukan oleh pembeli.
Ada tiga bentuk allowance, Tjiptono (2002:169)yaitu:
a) Trade-in allowance, yaitu potongan yang diberikan dalam sistem tukar tambah.
b) Promotional allowance, yaitu potongan yang diberikan pada setiap penjualdalam jaringan distribusi perusahaan yang melakukan aktifitas periklanan atau penjualan tertentu yang dapat mempromosikan produk produsen.
c) Product allowance, yaitu potongan yang diberikan kepada pembeli yang bersedia membeli barang dalam kondisi yang tidak normal.

7) Tujuan Pemberian Potongan Harga
Sedangkan Kotler dalam Ancellawati (2000:151), terdapat beberapa keadaan atau peristiwa yang menjadi alasan suatu perusahaan untuk memberikan potongan harga, yaitu :
a) Apakah perusahaan mempunyai suatu kelebihan kapasitas, maka memerlukan tambahan pendapatan dan hal tersebut dapat diperoleh dengan meningkatkan usaha-usaha penjualan, menyempurnakan produk atau yang lainnya.
b) Suatu keadaan yang mendorong perusahaan memberikan potongan harga disebabkan merosotnya pangsa pasar sebagai akibat makin ketatnya tingkat persaingan.
c) Perusahaan akan memprakarsai potongan harga dalam usahanya mengungguli pesaing melalui struktur biaya yang lebih rendah. Perusahaan dapat mulai dengan biaya lebih rendah dari pada yang dimiliki para pesaingnya, atau memprakarsai potongan harga dengan maksud meraih pasar yang lebih besar sehingga diharapkan akan mengarah pada turunnya biaya.

c. Tempat/Lokasi Pelayanan (Place)
1) Pengertian Tempat/Lokasi Pelayanan
Menurut Hurriyati (2005:55): “Untuk produk industri manufaktur place diartikan sebagai saluran distribusi, sedangkan untuk produk industri jasa, place diartikan sebagai tempat pelayanan jasa”
Menurut Carvens (1998:28) saluran distribusi itu sendiri mempunyai arti: “Jaringan organisasi yang melakukan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen dengan pengguna akhir”.
Jadi saluran distribusi itu sendiri terdiri dari berbagai lembaga atau badan yang saling tergantung dan saling berhubungan yang berfungsi sebagai suatu sistem atau jaringan yang bersama-sama menghasilkan dan mendistribusikan sebuah produk kepada pengguna akhir.
2) Tingkat-tingkat saluran distribusi
Saluran distribusi digambarkan oleh jumlah tingkat saluran yang terlibat. Tingkat saluran menurut Kotler dan Amstrong dalam Hendra (2001:17) adalah: “Merupakan setiap lapisan perantara pemasaran yang melaksanakan semacam tugas dalam membawa produk dan kepemilikan lebih dekat kepada pembeli akhir”.
Tingkat saluran menurut Kotler dan Amstrong dalam Hendra (2001:17) dua macam tingkat saluran yaitu:
a) Saluran pemasaran langsung
Yakni tidak mempunyai perantara. Saluran ini terdiri dari perusahaan yang menjual langsung kepada konsumen.
b) Saluran pemasaran tidak langsung
Yakni terdiri dari satu tingkat perantara. Saluran ini terdiri dari perusahaan yang menjual melalui perantara kepada konsumen.

2) Jenis Perantara Dalam Pemasaran
Menurut Tjiptono (2002:185) Secara umum perantara terbagi atas:
Merchant middleman adalah perantara yang memiliki barang (dengan membeli dari produsen) untuk kemudian dijual kembali, sedangkan yang dimaksud dengan agent middlemant (broker) adalah perantara yang hanya mencarikan pembeli, menegosiasikan, dan melakukan transaksi atas nama produsen. Jadi ia tidak memiliki sendiri barang yang di negosiasikan, contohnya broker real estate dan sales agent travel/Hotel.
Dua bentuk utama dari mercant midleman adalah:
a) Wholesaler (disebut juga distributor atau jober)
Yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan wholesaling. Wholesaling adalah segala kegiatan produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsunen akhir untuk tujuan dijual kembali atau untuk pemakai bisnis.
b) Retailer (Dealer)
Adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga. Penekanan pada fungsi utama tertentu ini menunjukkan bahwa retailer merupakan lembaga yang dapat berdiri sendiri.

d. Promosi (Promotion)
1) Pengertian promosi
Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang penting untuk dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan barang dan jasa. Kegiatan promosi bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen, melainkan juga sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pemasaran.
Promosi digunakan untuk menginformasikan kepada orang mengenai produk-produk dan meyakinkan para pembeli dalam pasar sasaran suatu perusahaan, organisasi saluran, dan masyarakat umum untuk membeli barangnya. Alma (2000:135) mengatakan bahwa: “Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan yang meyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa”.
Tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan dan meyakinkan calon konsumen.
Suatu kegiatan promosi jika dilaksanakan dengan baik dapat mempengaruhi konsumen mengenai dimana dan bagaimana konsumen membelanjakan pendapatannya. Keuntungan bagi produsen adalah promosi dapat menghindarkan persaingan berdasarkan harga, karena konsumen membeli barang lebih dikarenakan tertarik dengan merknya.
2) Variabel-variabel promosi
Perangkat promosi yang kita kenal atau biasanya disebut promotional mix menurut Carvens alih bahasa salim (1998:77) “adalah terdiri dari periklanan, personal selling, sales promotion, public relation, publisitas, dan direct marketing”. Model dari variabel-variabel itu antara lain:
a) Periklanan (Advertising)
Adalah “setiap bentuk presentasi dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor tertentu”. (Carvens 1998:77)
Iklan biasanya bertanggung jawab untuk menciptakan kesadaran akan suatu produk baru.
Peranan periklanan pada pemasaran jasa adalah untuk membangun kesadaran (awareness) terhadap keberadaan jasa yang ditawarkan, untuk menambah pengetahuan konsumen tentang jasa yang ditawarkan, untuk membujuk calon konsumen untuk membeli atau menggunakan jasa tersebut, dan untuk membedakan diri perusahaan satu dengan yang lain (differentiate service) yang mendukung positioning jasa. (Lupiyoadi 2001:108).


b) Penjualan langsung (Personal Selling)
“Penjualan adalah presentasi langsung dalam suatu percakapan dengan satu atau lebih pembeli, dengan maksud, untuk mendapatkan penjualan”. (Carvens 1998:77).
Sifat personal selling bisa dikatakan lebih luwes karena tenaga penjual dapat secara langsung menyesuaikan penawaran penjualan dengan kebutuhan dan perilaku masing-masing calon pembeli. Selain itu, tenaga penjual juga dapat segera mengetahui reaksi calon pembeli terhadap penawaran penjualan sehingga dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian di tempat itu juga.
Keunggulan dari personal selling ini (Chandra 2002:176) adalah:
(1) Personal confrontation, artinya terjadi relasi langsung dan interaktif antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak dapat saling mengamati reaksi masing-masing.
(2) Cultivation, artinya memungkinkan terjadinya hubungan yang akrab antara wiraniaga dengan pembeli.
(3) Response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan pembeli untuk mendengar, memperhatikan, atau menanggapi presentasi wiraniaga.

c) Promosi penjualan (Sales promotion)
Adalah “semua kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan arus barang dan jasa dari produsen sampai pada akhirnya”. (Lupiyoadi 2001:109).
Promosi penjualan terdiri dari berbagai kegiatan promosi antara lain peragaan penjualan, kontes, pemberian sampel, display titik pembelian, pemberian insentif, dan kupon. Ada tiga manfaat pokok yang ditawarkan promosi penjualan (Chandra 2002:176):
(1) Komunikasi, yaitu memberikan informasi yang dapat menarik perhatian konsumen agar tertarik untuk membeli produk.
(2) Insentif, berupa kontribusi, konsesi, atau dorongan yang dapat bernilai tambah bagi pelanggan.
(3) Invitasi, yang mengharapkan agar konsumen segera melakukan transaksi pembelian.
d) Public Relation
“Merupakan kiat pemasaran penting lainnya dimana perusahaan itu harus berhubungan hanya dengan pelanggan, pemasok dan penyalur, tetapi ia juga harus berhubungan dengan kumpulan kepentingan publik yang lebih besar” (Lupiyoadi 2001:110).
e. Partisipan/Orang
Menurut Ratih (2005:62) menyatakan: “adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi pembeli”. Elemen-elemen dari people adalah pegawai perusahaan, konsumen dan konsumen lain dalam lingkungan jasa.
Menurut Ratih (2005:63) elemen people ini memiliki 2 aspek, yaitu:
a. Service People
Untuk organisasi jasa, service people biasanya memegang jabatan ganda, yaitu mengadakan jasa dan menjual jasa tersebut. Melalui pelayanan yang baik, cepat, ramah, teliti dan akurat dapat menciptakan kepuasan dan kesetiaan pelanggan terhadap perusahaan yang akhirnya akan meningkatkan nama baik perusahaan.
b. Customer
Faktor lain yang mempengaruhi adalah hubungan yang ada diantara para pelanggan.

f. Pendukung Fisik
Menurut Nirwana (2004:47) “fasilitas pendukung merupakan bagian dari pemasaran jasa yang memiliki peranan cukup penting. Karena jasa yang disampaikan kepada pelanggan tidak jarang memerlukan fasilitas pendukung di dalam penyampaian”.
Hal ini akan semakin memperkuat keberadaan dari jasa tersebut. Karena dengan adanya fasilitas pendukung secara fisik, maka jasa tersebut akan dipahami oleh pelanggan.
Menurut Zeithaml dalam Yamit(2001:231) bukti fisik yaitu: Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
Menurut Tandjung (2004:109) para pemasar dalam menciptakan layanan berkualitas perlu memperhatikan elemen layanan fisik sebagai berikut : “Prasarana yang berkaitan dengan layanan pelanggan juga harus diperhatikan oleh manajemen perusahaan. Gedung yang megah dengan fasilitas pendingin, alat telekomunikasi yang canggih atau perabot kantor yang berkualitas dan lain-lain menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih suatu produk/jasa.
Lovelock dalam Hurriyati (2002:248) mengemukakan bahwa perusahaan melalui tenaga pemasarnya menggunakan tiga cara dalam mengelola bukti fisik yang strategis yaitu:

1) An attention-creating medium. Perusahaan jasa melakukan diferensiasi dengan pesaing dan membuat sarana fisik semenarik mungkin untuk menjaring pelanggan dari target pasarnya
2) As a massage-creating medium. Menggunakan simbol atau isarat untuk mengkomunikasikan secara instensif kepada audiens mengenai kekhususan kualitas dan produk jasa.
3) An effect-creating medium. Baju seragam yang berwarna, bercorak, suara dan desain untuk menciptakan sesuatu yang lain dari produk jasa yang ditawarkan.

g. Proses (process)

Proses menurut Zeitmal dalam Hurriyati (2005:64): “adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa”.
Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan sering merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian dari jasa itu sendiri. Selain itu keputusan dalam manajemen operasi adalah sangat penting untuk suksesnya pemasaran jasa.
Menurut Hurriyati (2005:65)
Seluruh aktivitas kerja adalah proses, proses melibatkan prosedur-prosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanisme-mekanisme, aktivitas-aktivitas dan rutinitas-rutinitas dengan apa produk atau jasa disalurkan ke pelanggan. Identifikasi manajemen proses sebagai aktifitas terpisah adalah prasyarat bagi perbaikan jasa. Pentingnya elemen proses ini khususnya dalam bisnis jasa disebabkan oleh persediaan jasa yang tidak dapat disimpan.



5. Konsep Penjualan
Menurut Sigit (1999:55): “Penjualan adalah sasaran inti di antara kegiatan-kegiatan lainnya, sebab disini dilakukan perundingan persetujuan tentang serah terima barang serta pembayaran”.
Menurut Kotler (2000:16) “Konsep penjualan menyatakan bahwa konsumen jika diabaikan biasanya tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup. Karena itu organisasi harus melakukan usaha penjualan dan promisi yang agresif.
Konsep ini mengasumsikan bahwa konsumen malas atau enggan melakukan pembelian dan untuk itu harus didorong. Juga diasumsikan bahwa perusahaan memiliki cara penjualan dan peralatan promosi yang efektif untuk merangsang lebih banyak pembelian.
Kegiatan penjualan atau selling adalah merupakan kegiatan terakhir dari kegiatan-kegiatan pemasaran lainnya. Tetapi bagian terpenting dalam pemasaran bukanlah menjual. Menjual hanyalah puncak dari gunung es pemasaran. Seseorang dapat mengasumsikan bahwa penjualan selalu tetap dibutuhkan, namun tujuan pemasaran adalah membuat kegiatan menjual berjalan lancar. Dalam hal ini adalah mengetahui dan memahami para pelanggan dengan baik sehingga produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan cocok dengan mereka dan dapat terjual dengan sendirinya. Idealnya, pemasaran harus menghasilkan pelanggan yang siap untuk membeli sehingga yang tinggal hanyalah bagaimana membuat produk atau jasa tersebut tersedia.
6. Keputusan pembelian
Menurut Engel et. Al (1999:31) Budiono Keputusan pembelian adalah proses merumuskan berbagai alternatif tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu untuk melakukan pembelian.
Pemasar perlu mengetahui siapa yang terlibat dalam keputusan membeli dan peran apa yang dimainkan oleh setiap orang untuk banyak produk, cukup mudah untuk mengenali siapa yang mengambil keputusan.
Menurut Engel et. Al dalam Budiono (1999:31) orang mungkin memainkan beberapa peran dalam keputusan membeli:
a. Pemrakarsa orang yang pertama menyarankan atau mencetuskan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
b. Pemberi pengaruh: orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan membeli.
c. Pengambil keputusan : orang yang akhirnya membuat keputusan membeli atau sebagian dari itu, apakah akan membeli, apa yang dibeli, bagaimana membelinya atau di mana membeli.
d. Pembeli : orang yang benar-benar melakukan pembelian
e. Pengguna : orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.

Mengetahui peserta utama proses pembelian dan peran yang mereka mainkan membantu pemasar untuk menyesuaikan program pemasaran.
 

7. Jenis-jenis tingkah laku keputusan pembelian

Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangannya untuk membeli. Adapun jenis-jenis tingkah laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek menurut Kotler dalam Hendra (2001:160), yaitu:
a. tingkah laku membeli yang komplek
b. tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan.
c. tingkah laku membeli yang mencari variasi
d. tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan.
Penjelasan jenis-jenis tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku membeli yang kompleks
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan perbedaan besar yang dirasakan diantara merek.
Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak-masak. Pemasar dari produk yang banyak melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli belajar mengenai atribut kelas produk dan kepentingan relatif masing-masing, dan mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak.
b. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek.
c. Tingkah laku membeli yang merupakan kebiasaan
Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar.
Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli.
Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan evaluasi.
Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk.
d. Tingkah laku membeli yang mencari variasi
Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti.
Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merk yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merk yang kurang ternama. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.
8. Proses Keputusan Membeli
Menurut Kotler dalam Hendra (2001:162) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:
a. Pengenalan kebutuhan
b. Pencarian Informasi
c. Evaluasi alternatif
d. Keputusan Membeli
e. Tingkah laku pasca pembelian.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Pengenalan kebutuhan
Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.
b. Pencarian informasi
Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut.
Menurut Kotler dalam Hendra (2001:162) kosumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumber ini termasuk:
1) Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan
2) Sumber komersial : iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan.
3) Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen
4) Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan, menggunakan produk.
Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter pada umumnya belajar mengenai obat baru cari sumber komersial, tetapi bertanya kepada dokter lain untuk informasi yang evaluatif.
c. Evaluasi alternatif
Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.
Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian.
Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli.
d. Keputusan membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
e. Tingkah laku pasca pembelian
Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas.
Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.


9. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian
Merupakan suatu tantangan bagi perusahaan dan perlu untuk direspon dengan merancang strategi pemasaran yang tepat. Perusahaan dituntut lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen, selanjutnya perlu diketahui harapannya dan kemudian berusaha untuk memenuhinya, sehingga perusahaan dapat eksis dalam persaingan.
Bauran Pemasaran merupakan bagian yang paling penting dari kegiatan pemasaran jasa. Bauran pemasaran jasa yang baik akan sangat membantu dalam mempertahankan konsumen, karena biaya yang diperlukan untuk mempertahankan kemauan pelanggan akan lebih sedikit jika dibandingkan biaya untuk merebut kembali pelanggan yang telah hilang atau untuk menarik konsumen yang baru yang biasanya lebih besar.
Pengaruh antara bauran pemasaran dengan keputusan konsumen ini diungkapkan oleh Tjiptono (2002:68) sebagai berikut:
Bauran pemasaran dan keputusan konsumen berkaitan sangat erat. Bauran pemasaran memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan konsumen serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan keputusan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman konsumen yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan konsumen dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan.
 
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang relevan
Hasil penelitian Sucahyo (2006) dari Universitas merdeka Malang yang berjudul Analisis Pengaruh Kebijakan Harga, Promosi Dan Fasilitas Pendukung Terhadap Kepuasan Pelanggan Di Hotel Grand Palace Malang, penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari kebijakan harga, promosi, dan pendukung fisik secara bersama-sama terhadap kepuasan pelanggan pada Hotel Grand Palace Malang dan mengetahui dan menganalisis variabel bauran pemasaran jasa yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada Hotel Grand Palace Malang.
Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dan uji hipotesis dengan uji F dan uji t didapatkan hasil hasil uji F di peroleh F hitung sebesar 58,923 > dari F tabel 2,89 yang berarti bahwa variabel kebijakan harga (X1), Promosi (X2), dan Bukti fisik (X3) secara simultan/bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan (bermakna) terhadap Kepuasan pelanggan (Y), hasil koefisien regresi setelah uji t diketahui variabel kebijakan harga (X1) mempunyai nilai yang paling besar jika dibandingkan dengan koefisien regresi variabel lainnya. Sehingga hipotesis kedua yang menyatakan bahwa variabel kebijakan harga adalah variabel yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan pelanggan pada Hotel Grand Palace teruji secara statistik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sucahyo (2006) terdapat persamaan antara variabel-variabel bebas yang merupakan variabel kebijakan harga dan promosi, dan fasiltas pendukung sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian terdahulu tidak menggunakan variabel bebas partisipan/orang, proses dan produk, dan variabel terikatnya dimana dalam penelitian yang dilakukan menggunakan variabel terikat keputusan, sedang pada penelitian yang dilakukan oleh Sucahyo (2005) menggunakan variabel terikat tingkat kepuasan pengguna jasa hotel.



C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah penelitian, oleh sebab itu perumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat atau pertanyaan (Sugiono, 2000:51). Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari: produk, kebijakan harga, promosi, lokasi pelayanan, partisipan/orang, pendukung fisik dan proses secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pada Hotel Grand Palace Malang.
2. Diduga variabel harga adalah variabel yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pada Hotel Grand Palace Malang.

BAB III METODE PENELITIAN...... dst
(MOHON MAAF!! TAMPILAN TABEL, GAMBAR, DAN RUMUS MENGGUNAKAN EQUATION KESULITAN UNTUK BISA DI UPLOAD) 
 
Sumber : http://judul-pemasaran.blogspot.com

{ 2 comments... Views All / Send Comment! }

iniapku said...

nice info gan

Paper Underground said...

Artikelnya Baguss....
Pada dasarnya bauran pemasaran adalah dasar dari perusahaan dalam menentukan strategi lanjtan pemasaran dalam rangka memenangkan pasar. Dengan adanya konsep bauran pemasaran ini perusahaan memiliki arah yang jelas dalam pencapaian target pemasarannya.
Sekedar ingin berbagi, barangkali bisa sedikit menambah referensi mengenai aplikasi konsep bauran pemasaran
Klik --> Makalah Aplikasi Bauran Pemasaran Pada Bank BNI

Post a Comment